Sabtu, 24 Mei 2014

Seni Janger Kabupaten Banyuwangi


Assalamualaikum...
Halo gaes sahabat seni rupa, bagaimana kabarnya? Semoga selalu diliputi kebaikan yaaa...
Mau share nich gaes, ini tentang kesenian daerah asal saya yaitu Banyuwangi. "The Sunrise of Java" tau kan? Nah saya akan berbagi pengetahuan tentang Janger Banyuwangi, kesenian ini memiliki banyak keunikan dan so pasti kalian semua harus tau dan kalau bisa suatu saat mengunjungi Banyuwangi dan melihat kesenian ini secara langsung.
Check it out gaes..


A.    PENGERTIAN



Janger atau yang lebih dikenal dengan Seni Damarwulan atau Jinggoan, merupakan pertunjukan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk. Masyarakat Using lebih suka menggunakan istilah jinggoan yang diambil dari nama tokoh Prabu Minakjinggo sebagai pahlawan mereka, sedangkan nama janger dikaitkan dengan dominasi pengaruh unsur Bali pada gamelan, tari, dan tatabusana sebagai akibat terjadinya kontak budaya. Kesenian janger atau jinggoan ini merupakan kesenian yang lengkap, yaitu terdiri dari seni tari, seni drama, seni suara, seni lawak, dan seni lukis atau dekorasi.  Pertunjukan ini hidup dan berkembang di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur serta mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah legenda maupun cerita rakyat lainnya. Selain itu juga sama-sama dilengkapi pentas, sound sistem, layar atau tirai. Pertunjukan ini dibagi  dalam babak-babak yang dimulai dari setelah Isya hingga menjelang Subuh.



Babak-babak tersebut antara lain:

1.      Pembukaan, biasanya dibuka dengan permainan gamelan dan kemudian dilanjutkan dengan tari-tarian, misal tari-tarian khas Bali, seperti Pendet, Legong, Barong, Cendrawasih atau tari-tarian khas Banyuwangi seperti Jejer Gandrung, Jaran Goyang, Seblang Lokento dan lain sebagainya.

2.      Lakon atau cerita

Dalam babak lakon dan cerita juga dibagi menjadi bagian-bagian yaitu:

a)      Pengenalan cerita atau lakon, biasanya diawali dengan pembacaan narasi oleh sutradara dibalik layar tentang cerita atau lakon apa yang dimainkan dalam pegelaran janger tersebut.

b)      Pengenalan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita. Pada babak ini cerita sudah mulai dimainkan, biasanya setting bertempat di pendopo kerajaan atau taman sari. Pada babak ini terdiri dari beberapa adegan yang berisi pengenalan cerita.

Dalam babak ini biasa diselingi dengan unjuk kebolehan pemain di bidang suara. Biasanya penonton bisa mengajukan permintaan kepada pemain untuk membawakan lagu-lagu populer, tembang Jawa atau Banyuwangen, gending, pantun, atau tarian.



c)      Konflik, menampilkan konflik yang terjadi dalam cerita atau yang lakon yang dimainkan. Dalam babak ini biasanya terdapat adegan perang. Dalam penampilannya gerakan perang biasanya diperhalus. Disinilah biasanya efek lampu sangat dominan karena terdapat unjuk kekuatan dalam bertarung dan divisualisasikan dengan lampu-lampu dan musik gamelan yang mendukung.



d)     Lawak, dalam babak ini dalang, atau sutradara biasa menyebutnya dengan “Goro-goro” di babak ini terdapat dua atau lebih pelawak yang menampilkan lawakannya melalui cerita, lagu atau bahkan tarian. Lawakan yang dilemparkan biasanya sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuatu yang sedang hangat dibicarakan. Dalam babak ini bahasa Jawa Kromo sedikit sekali pemakaiannya, biasanya dalam Bahasa Using atau Jawa Ngoko.

Dalam akhir  babak ini biasanya kunci dari penyelesaian konflik dipaparkan.

e)      Penyelesaian konflik, pada babak ini konflik cerita berakhir dan diselesaikan. Dengan berakhirnya babak ini berarti berakhirlah cerita atau lakon yang dimainkan dalam sebuah pertunjukan janger.



B.     SEJARAH



Pada abad ke-19, di Banyuwangi hidup suatu jenis teater rakyat yang disebut Ande-Ande Lumut karena lakon yang dimainkan adalah lakon Andhe-Andhe Lumut. Dan dari sumber cerita dari mulut ke mulut, pelopor lahirnya Janger ini adalah Mbah Darji, asal Dukuh Klembon, Singonegaran, Banyuwangi kota. Mbah Darji ini adalah seorang pedagang sapi yang sering mondar-mandir Banyuwangi-Bali, dan dari situ dia tertarik dengan kesenian teater Arja dan dia pun berkenalan dengan seniman musik bernama Singobali yang tinggal di Penganjuran, dari situlah kemudian terjadi pemaduan antara teater Ande-Ande Lumut dengan unsur tari dan gamelan Bali, sehingga lahirlah apa yang disebut Damarwulan Klembon atau Janger Klembon.

Semenjak itu, mulai lahir grup-grup Damarwulan di seantero Banyuwangi. Mereka bukan hanya memberikan hiburan, namun juga menyisipkan pesan-pesan perjuangan untuk melawan penjajah dengan kedok seni. Di masa revolusi, kerap kali para pejuang kemerdekaan menyamar sebagai seniman Janger untuk mengelabui Belanda dan para mata-matanya.

Menurut Dasoeki Nur, seorang pelaku kesenian Janger, teater ini juga sempat berkembang hingga melampaui wilayah Banyuwangi sendiri. Bahkan menurutnya lagi, pada tahun 1950an pernah berdiri dua kelompok Janger yang berada di wilayah Samaan, dan Klojen, kota Malang.



C.  KEUNIKAN JANGER BANYUWANGI

Teater Janger Banyuwangi ini merupakan salah satu kesenian hibrida, dimana unsur Jawa dan Bali bertemu jadi satu didalamnya. Gamelan, kostum dan gerak tarinya mengambil budaya Bali, namun lakon cerita dan bahasa justru mengambil dari budaya Jawa. Bahasa yang dipergunakan dalam kesenian ini adalah bahasa Jawa Tengahan atau bahasa Jawa Kromo Inggil yang merupakan bahasa teater ketoprak. Namun pada saat lawakan, digunakan bahasa Using sebagai bahasa pengantar. Lakon ceritanya banyak diambil dari Serat Damarwulan



D.    CERITA ATAU LAKON



Lakon atau cerita yang akan dipentaskan, disesuaikan dengan permintaan penanggap atau scenario kelompok itu sendiri. Lakon yang paling banyak dipentaskan antara lain, Minakjinggo Mati, Damarulan Ngenger, Damarulan Ngarit, dan lain sebagainya. Selain dari cerita panji, lakon juga diambil dari legenda rakyat setempat seperti Sri Tanjung.

Kepercayaan Penduduk Sekitar

Dalam pemilihan cerita bukan merupakan hal yang sembarangan, karena menurut kepercayaan, cerita yang tidak sesuai akan membawa dampak buruk bagi kehidupan selanjutnya bagi penanggap. Cerita atau lakon Janger memiliki pakem atau pedoman mana cerita yang bagus dimainkan atau tidak. Misal,cerita  yang bagus untuk dimainkan untuk orang yang menikah atau khitanan adalah Sabdo Palon Diwisuda, ceritanya bagus karena dalam cerita mengisahkan orang kecil atau orang yang tidak punya namun suatu saat mendapatkan kedudukan yang tinggi di kerajaan. Lakon yang tidak bagus misalnya Suminten Edan, cerita ini mengisahkan tentang seorang gadis yang mencintai seseorang namun tidak terwujudkan dan menjadi gila. Menurut kepercayaan orang yang menanggap janger dengan lakon ini salah satu dalam keluarganya akan menjadi gila.

Ada ritual tertentu yang biasanya dilakukan untuk menangkal hal buruk dalam cerita tertentu misalnya dalam cerita Minakjinggo Mati, dalam lakon ini terdapat adegan dimana Minak Jinggo dipenggal kepalanya, menurut kepercayaan orang yang menanggap janger dengan lakon ini salah satu keluarganya akan ada yang meninggal. Untuk menangkal balak, pada saat pemenggalan kepala Minakjinggo, di belakang panggung biasanya dilakukan ritual pemotongan ayam.

Oleh karena itu, untuk memilih cerita, biasanya penanggap yang paham akan hal tersebuat biasanya konsultasi terlebih dahulu kepada pihak kelompok Janger, cerita mana yang bagus untuk ditampilkan.



E.     BUSANA



Busana pemain disesuaikan dengan peran mereka. Pada peran prajurit, raja, panglima dan tokoh kalangan atas biasanya menggunakan busana khas Bali yang biasa dipakai dalam pertunjukan Arja. Pada pemain yang menggambarkan ksatria dan orang dari kalangan baik biasanya memakai pakaian putih hitam, sedangkan pemain yang memerankan sebagai orang jahat atau bangsa siluman biasanya digambarkan dengan orang besar dan memakai pakaian berwarna merah, biasanya juga memakai sarung Bali kotak-kotak hitam putih. Sedangkan kaum wanita istana memakai busana Bali yang dimodifikasi, yakni kuluk yang dihias bunga kamboja dengan manik-manik, ter atau penutup dada, dan biasanya memakai kain jarit berwarna mengkilap. Yang unik, peran rakyat jelata justru memakai busana khas Jawa.



F.     PERKEMBANGAN SAAT INI

Kesenian Janger masih tetap digemari, meski sudah berkurang dan tidak seramai sebelum adanya kesenian modern lainnya. Tapi, di daerah Banyuwangi masih banyak kelompok-kelompok Janger yang masih berkembang hingga saat ini. Ada beberapa organisasi yang cukup populer di Banyuwangi, di antaranya, "SETYO KRIDHO BUDOYO" Parijatah wetan Kec. Srono yang di pimpin oleh Bripda Pol. Arief Yudistya. " DHARMA KENCANA" glondong yang di pimpin oleh I MADE SWEDEN. "SRI BUDOYO PANGESTU" Parijatah Wetan, yang di pimpin oleh Ir.Punto Hadi.



Disadur dari berbagai sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca artikel ini, silahkan tinggalkan komentar. Berkomentarlah dengan bahasa yang baik, terimakasih gaes sahabat Seni Rupa :)