Halo gaes sahabat seni rupa, bagaimana kabarnya? Semoga selalu diliputi kebaikan yaaa...
Mau share nich gaes, ini tentang kesenian daerah asal saya yaitu Banyuwangi. "The Sunrise of Java" tau kan? Nah saya akan berbagi pengetahuan tentang Janger Banyuwangi, kesenian ini memiliki banyak keunikan dan so pasti kalian semua harus tau dan kalau bisa suatu saat mengunjungi Banyuwangi dan melihat kesenian ini secara langsung.
Check it out gaes..
A. PENGERTIAN
Janger
atau yang lebih dikenal dengan Seni Damarwulan atau Jinggoan, merupakan
pertunjukan rakyat yang sejenis dengan ketoprak dan ludruk. Masyarakat Using lebih suka
menggunakan istilah jinggoan yang diambil dari nama tokoh Prabu Minakjinggo
sebagai pahlawan mereka, sedangkan nama janger dikaitkan dengan dominasi
pengaruh unsur Bali pada gamelan, tari, dan tatabusana sebagai akibat terjadinya
kontak budaya. Kesenian janger
atau jinggoan ini merupakan kesenian yang lengkap, yaitu terdiri dari seni
tari, seni drama, seni suara, seni lawak, dan seni lukis atau dekorasi. Pertunjukan ini hidup dan berkembang di wilayah Banyuwangi,
Jawa Timur serta mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah
legenda maupun cerita rakyat lainnya. Selain itu juga sama-sama dilengkapi
pentas, sound sistem, layar atau tirai. Pertunjukan ini dibagi dalam babak-babak yang dimulai
dari setelah Isya hingga menjelang Subuh.
Babak-babak
tersebut antara lain:
1. Pembukaan, biasanya dibuka dengan permainan gamelan dan kemudian
dilanjutkan dengan tari-tarian, misal tari-tarian
khas Bali, seperti Pendet, Legong, Barong, Cendrawasih atau tari-tarian khas Banyuwangi
seperti Jejer Gandrung, Jaran Goyang, Seblang Lokento dan lain sebagainya.
2. Lakon atau cerita
Dalam babak lakon dan cerita
juga dibagi menjadi bagian-bagian yaitu:
a) Pengenalan cerita atau lakon, biasanya diawali dengan pembacaan
narasi oleh sutradara dibalik layar tentang cerita atau lakon apa yang
dimainkan dalam pegelaran janger tersebut.
b) Pengenalan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita. Pada babak ini
cerita sudah mulai dimainkan, biasanya setting bertempat di pendopo kerajaan
atau taman sari. Pada babak ini terdiri dari beberapa adegan yang berisi
pengenalan cerita.
Dalam babak ini biasa
diselingi dengan unjuk kebolehan pemain di bidang suara. Biasanya penonton bisa
mengajukan permintaan kepada pemain untuk membawakan
lagu-lagu populer, tembang Jawa atau Banyuwangen, gending, pantun, atau tarian.
c) Konflik, menampilkan konflik yang terjadi dalam cerita atau yang
lakon yang dimainkan. Dalam babak ini biasanya terdapat adegan perang. Dalam
penampilannya gerakan perang biasanya diperhalus. Disinilah biasanya efek lampu
sangat dominan karena terdapat unjuk kekuatan dalam bertarung dan
divisualisasikan dengan lampu-lampu dan musik gamelan yang mendukung.
d) Lawak, dalam babak ini dalang, atau sutradara biasa menyebutnya
dengan “Goro-goro” di babak ini terdapat dua atau lebih pelawak yang
menampilkan lawakannya melalui cerita, lagu atau bahkan tarian. Lawakan yang
dilemparkan biasanya sesuai dengan daerah masing-masing dan sesuatu yang sedang
hangat dibicarakan. Dalam babak ini bahasa Jawa Kromo sedikit sekali
pemakaiannya, biasanya dalam Bahasa Using atau Jawa Ngoko.
Dalam akhir babak ini biasanya kunci dari
penyelesaian konflik dipaparkan.
e) Penyelesaian konflik, pada babak ini konflik cerita berakhir dan
diselesaikan. Dengan berakhirnya babak ini berarti berakhirlah cerita atau
lakon yang dimainkan dalam sebuah pertunjukan janger.
B. SEJARAH
Pada
abad ke-19, di Banyuwangi hidup suatu jenis teater rakyat yang disebut
Ande-Ande Lumut karena lakon yang dimainkan adalah lakon Andhe-Andhe Lumut. Dan
dari sumber cerita dari mulut ke mulut, pelopor lahirnya Janger ini adalah Mbah
Darji, asal Dukuh Klembon, Singonegaran, Banyuwangi kota. Mbah Darji ini adalah
seorang pedagang sapi yang sering mondar-mandir Banyuwangi-Bali, dan dari situ
dia tertarik dengan kesenian teater Arja dan dia pun berkenalan dengan seniman
musik bernama Singobali yang tinggal di Penganjuran, dari situlah kemudian
terjadi pemaduan antara teater Ande-Ande Lumut dengan unsur tari dan gamelan
Bali, sehingga lahirlah apa yang disebut Damarwulan Klembon atau Janger
Klembon.
Semenjak
itu, mulai lahir grup-grup Damarwulan di seantero Banyuwangi. Mereka bukan
hanya memberikan hiburan, namun juga menyisipkan pesan-pesan perjuangan untuk
melawan penjajah dengan kedok seni. Di masa revolusi, kerap kali para pejuang
kemerdekaan menyamar sebagai seniman Janger untuk mengelabui Belanda dan para
mata-matanya.
Menurut
Dasoeki Nur, seorang pelaku kesenian Janger, teater ini juga sempat berkembang
hingga melampaui wilayah Banyuwangi sendiri. Bahkan menurutnya lagi, pada tahun
1950an pernah berdiri dua kelompok Janger yang berada di wilayah Samaan, dan
Klojen, kota Malang.
C. KEUNIKAN JANGER BANYUWANGI
Teater
Janger Banyuwangi ini merupakan salah satu kesenian hibrida, dimana unsur Jawa
dan Bali bertemu jadi satu didalamnya. Gamelan, kostum dan gerak tarinya
mengambil budaya Bali, namun lakon cerita dan bahasa justru mengambil dari
budaya Jawa. Bahasa yang dipergunakan dalam kesenian ini adalah bahasa Jawa
Tengahan atau bahasa Jawa Kromo
Inggil yang merupakan bahasa
teater ketoprak. Namun pada saat lawakan, digunakan bahasa Using sebagai bahasa
pengantar. Lakon ceritanya banyak diambil dari Serat Damarwulan
D. CERITA ATAU LAKON
Lakon atau cerita yang akan
dipentaskan, disesuaikan dengan permintaan penanggap atau scenario kelompok itu
sendiri. Lakon yang paling banyak dipentaskan antara lain, Minakjinggo Mati,
Damarulan Ngenger, Damarulan Ngarit, dan lain sebagainya. Selain dari cerita
panji, lakon juga diambil dari legenda rakyat setempat seperti Sri Tanjung.
Kepercayaan Penduduk Sekitar
Dalam
pemilihan cerita bukan merupakan hal yang sembarangan, karena menurut
kepercayaan, cerita yang tidak sesuai akan membawa dampak buruk bagi kehidupan
selanjutnya bagi penanggap. Cerita atau lakon Janger memiliki pakem atau
pedoman mana cerita yang bagus dimainkan atau tidak. Misal,cerita yang bagus untuk dimainkan untuk orang
yang menikah atau khitanan adalah Sabdo Palon Diwisuda, ceritanya bagus karena
dalam cerita mengisahkan orang kecil atau orang yang tidak punya namun suatu
saat mendapatkan kedudukan yang tinggi di kerajaan. Lakon yang tidak bagus misalnya
Suminten Edan, cerita ini mengisahkan tentang seorang gadis yang mencintai
seseorang namun tidak terwujudkan dan menjadi gila. Menurut kepercayaan orang
yang menanggap janger dengan lakon ini salah satu dalam keluarganya akan
menjadi gila.
Ada
ritual tertentu yang biasanya dilakukan untuk menangkal hal buruk dalam cerita
tertentu misalnya dalam cerita Minakjinggo Mati, dalam lakon ini terdapat
adegan dimana Minak Jinggo dipenggal kepalanya, menurut kepercayaan orang yang
menanggap janger dengan lakon ini salah satu keluarganya akan ada yang
meninggal. Untuk menangkal balak, pada saat pemenggalan kepala Minakjinggo, di
belakang panggung biasanya dilakukan ritual pemotongan ayam.
Oleh
karena itu, untuk memilih cerita, biasanya penanggap yang paham akan hal
tersebuat biasanya konsultasi terlebih dahulu kepada pihak kelompok Janger,
cerita mana yang bagus untuk ditampilkan.
E. BUSANA
Busana
pemain disesuaikan dengan peran mereka. Pada peran prajurit, raja, panglima dan
tokoh kalangan atas biasanya menggunakan busana khas Bali yang biasa dipakai
dalam pertunjukan Arja. Pada
pemain yang menggambarkan ksatria dan orang dari kalangan baik biasanya memakai
pakaian putih hitam, sedangkan pemain yang memerankan sebagai orang jahat atau
bangsa siluman biasanya digambarkan dengan orang besar dan memakai pakaian
berwarna merah, biasanya juga memakai sarung Bali kotak-kotak hitam putih. Sedangkan kaum wanita istana memakai
busana Bali yang dimodifikasi, yakni kuluk yang dihias bunga kamboja dengan
manik-manik, ter atau penutup dada, dan biasanya memakai kain jarit berwarna
mengkilap. Yang unik, peran rakyat jelata justru memakai busana khas Jawa.
F. PERKEMBANGAN SAAT INI
Kesenian Janger masih tetap
digemari, meski sudah berkurang dan tidak seramai sebelum adanya kesenian
modern lainnya. Tapi, di daerah Banyuwangi masih banyak kelompok-kelompok
Janger yang masih berkembang hingga saat ini. Ada
beberapa organisasi yang cukup populer di Banyuwangi,
di antaranya, "SETYO KRIDHO BUDOYO" Parijatah wetan Kec. Srono yang
di pimpin oleh Bripda Pol. Arief Yudistya. " DHARMA KENCANA" glondong
yang di pimpin oleh I MADE SWEDEN. "SRI BUDOYO PANGESTU" Parijatah
Wetan, yang di pimpin oleh Ir.Punto Hadi.
Disadur dari berbagai
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca artikel ini, silahkan tinggalkan komentar. Berkomentarlah dengan bahasa yang baik, terimakasih gaes sahabat Seni Rupa :)